RVL, Potret Indonesia Mini
Oleh
Mustajib
RVL adalah
singkatan dari “Rumah Virus Literasi”. Tapi harus segera dicatat bahwa “rumah
virus” di sini tidak merujuk pada tempat
tinggal yang dihuni kuman-kuman kecil (patogen) yang dapat menginfeksi dan
membuat seseorang sakit. “Virus Literasi” pun bukan jenis virus seperti Virus Sferis,
Virus Zika, Virus Campak, Virus Hepatitis, Virus Corona-19, dan sejenisnya. “Rumah Virus Literasi” adalah
sebuah komunitas beranggotan orang-orang yang memiliki minat besar dalam bidang
literasi, khsusnya literasi baca -tulis.
Sebagai
komunitas pegiat literasi, aktivitas utamanya adalah mengembangkan diri dalam
berliterasi, berikhtiar menulari minat literasi dan yang tidak kalah penting
adalah memublikasi produk-produk berliterasi. Produk-produk yang dimaksud berupa
tulisan-tulisan opini, cerita pendek (cerpen), cerita pendek tiga paragraf
(pentigraf), cerita mini (cermin?), puisi, pantun, resensi dan sejenisnya.
Media publikasi “gratis, murah, namun berharga” -- setelah ‘dibai’at’ sebagai anggota -- adalah WhatsApp Grup (WAG) ‘Rumah
Virus Literasi (RVL)’ itu.
Tapi perlu
juga segera diketahui bahwa kehadiran anggota komunitas di WAG RVL tersebut tidak
hanya direpresentasikan melalui tulisan-tulisannya. Kehadiran para anggota juga
ditandai dengan chat-chat ringan tapi sungguh-sungguh mencerminkan eksistensi
rumah besar bernama ‘Indonesia’. Salah satu contoh chat yang
mengingatkan – tepatnya ‘menyadarkan’ – saya bahwa RVL layaknya sebagai
Indonesia Mini adalah chat dari Abah Mukminin, yang akrab kami sapa ‘Cak
Inin’. Cak Inin nge-chat, “RVL Grup Luar Biasa. Ada Prof. Ngainun Naim.
Ada Dr. Much. Khoiri (Calon GB). Ada Dr. Daswatia (sudah Guru Besar ini). Ada
Dr. Marjuki (Calon GB). Sy (‘saya’) dan teman-teman juga banyak yang Meh Pinter
Dewe (M.Pd.). EWAKO RVL 💪💪💪
Semangat” (WAG RVL, 16/04/2024)
Chat tersebut segera melambungkan pikiran saya ke, paling tidak,
dua hal : keberadaan (the nature of) Indonesia dan the nature of dua
puisi yang mendeskripsikan keberadaan suatu negeri.
Hal pertama, tentang keberadaan Indonesia. Sebagaimana kita mafhum bersama
bahwa Indonesia terdiri dan/atau terbentuk dari aneka keragaman : keragaman pulau,
perbedaan suku bangsa, bahasa, dan budaya, heterogenitas keyakinan dan lain
sebagainya. Keberadaan Indonesia dalam perspektif tersebut sebangun dengan
eksistensi RVL. Anggota RVL, misalnya, berasal dari hampir semua daerah provinsi
di Inonesia. Keragaman “penduduknya” itu konsekuensinya membawa keragaman suku
bangsa, bahasa dan budaya daerah dan lain sebagainya. Demikian juga terkait keragaman
keyakinan, terutama secara intrakeyakinan : minimal, ada yang Muhammadiyah
dan ada yang Nahdlatul Ulama.
Dari gatra (aspek) profesi, latar belakang pekerjaannya
juga beragam. Yang saya tahu, ada yang berprofesi sebagai guru, ada yang berprofesi
sebagai kepala sekolah, ada yang berprofesi sebagai dosen, ada yang profresi
sebagai “ASN Plus” (selain sebagai Aparatur Sipil Negara/ASN, juga sebagai
pengelola percetakan dan/atau manajer travel untuk “Haji dan Umrah Plus”), dan
ada yang berprofesi sebagai Ibu Rumah tangga (yang sebagian besar notabene
pensiunan ASN). Pendidikan juga beragam, ada yang sarjana (S1), pasca sarjana
(S2) dan jenjang doktoral (S3). Ada yang sudah jadi Guru Besar (GB
alias Profesor) dan ada yang ‘otw’ (on the way) menjadi GB. Intinya
beragam, heterogen.
Di atas perbedaan, para warga WAG RVL memiliki – salah satu
yang terpenting -, common interest, yaitu sama-sama memiliki minat yang sama
dan kuat terhadap literasi (baca-tulis). Para anggota tidak hanya berkomitmen
untuk mengembangkan kompetensi literasi dirinya sendiri, melainkan juga memiliki
niat mulia untuk “menjangkitkan” dan/atau “menularkan” virus literasi kepada
individu-individu lain. Niat mulia tersebut terkait dengan ada keyakinan kuat
bahwa salah satu faktor – atau tepatnya vektor – untuk menigkatkan kecerdasan (anak-anak)
bangsa adalah melalui kegiatan berliterasi (baca-tulisa).
Pegiat literasi berkeyakinan, sepotong ilmu yang antara
lain diperoleh melalui aktivitas membaca dalam arti seluas-luasnya tidak akan
sempurna tanpa kegiatan menulis, terutama jika ada niat untuk menyebarluaskan (tabliq)
ke khalayak yang lebih luas. Pun kemampuan
atau kompetensi menulis, kompetensi ini tidak akan berkembang maksimal tanpa disertai
kegandrungan membaca. Interaksi dialogis antara membaca dan menulis inilah
yang akan membuat seseorang makin cerdas. Bukankah lahirnya warga yang cerdas
lahir batin menjadi cita-cita konstitusi bangsa kita tercinta, Indonesia?
Alhamdulillah, semangat saling mendukung dan “ewako”
(bahasa Bugis, yang diperkenalkan oleh Bu Dr. Daswatia alias Bu Telly, yang
berarti ‘semangat pantang menyerah’) juga betul-betul ‘dibumikan’ di ‘tanah air’
RVL. Dukungan dan semangat saling
mengokohkan itu antara lain tercermin melalui kebijakan Founder RVL,
Abah atau Master Emcho alias Dr. Much Khoiri, M.Si dalam mempertahankan
keutuhan keanggotan komunitas.
Dr. Much Khoiri, M.Si (Founder dan CEO RVL
Kebijakannya,
jika tidak bisa memosting tulisan beberapa kali dalam sebulan, minimal sekali selama
periode 29, 30 atau 31 hari. Jika yang sekali itu belum mampu diwujudkan dalam
bentuk artikel atau opini yang minimal mempersyaratkan empat paragraf (1
paragraf pembuka, dua paragraf isi atau uraian, dan 1 paragraf penutup), cukup dengan
memosting sepotong puisi lama (pantun) berbentuk “Karmina”, yang hanya terdiri
dari dua (2) baris saja. Begitulah nilai-nilai besar ‘ke-Indonesia-an’ coba
dibangun, dipertahankan dan dikembangkan dalam ‘negeri mini’ bernama ‘RVL’.
Penghormatan
terhadap perbedaan dan ikhtiar pengokohan kesatuan dan persatuan bangsa dan
negara itu mengingatkan saya pada dua puisi legendaris. Puisi pertama ditulis
oleh Woody Guthrie (1912 – 1967), berjudul “This Land is Your Land”.
Dalam puisi ini, penyair kenamaan Amerika yang gemar traveling tersebut
bersenandung antara lain sebagai berikut, “This land is your land, this land
is my land / This land was made for you and me” (Negeri ini negerimu,
negeri ini negeriku / Negeri ini dulunya dibangun untukmu dan untukku).
Dengan merujuk dan mengontekskan penggalan puisi di atas
dengan eksistensi negara besar kita, Indonesia pada umumnya, dan ‘negeri mini’ kta (RVL) pada khususnya, jelaslah, dan memang demikian adanya, bahwa
(kedua) negeri ini milik “kita” bersama karena memang pendiri dan penyokong Republik
Indonesia dan insya Allah pendiri ‘Negeri Mini (NM) RVL” yang datang dari
berbagai golongan, suku, dan keyakinan mendirikan atau membangunkan ‘negeri-negeri’
ini untuk kita semua (for you and me).
Siapakah “kita” atau “You and I”, atau "you and me" itu? Ya, kita bersama : Rakyat Indonesia dan ‘Rakyat’
RVL. ‘Rakyat’ -- kata penyair Hartoyo Andangjaya dalam puisinya yang
berjudu “Rakyat”, yang ditulis pada tahun 1963 – “adalah kita, berjuta
tangan yang bekerja ....”
Dokumen : detikHOT - detikcom
Keberadaan dan
sedapnya ‘hidangan jiwa kesadaran atas perbedaan dan kebersamaan semangat
persatuan dan kesatuan’ terasa makin ‘nikmat’ saat kita ‘mencicipi’ dan
menikmati senikmat-nikmatnya beberapa ‘siung’ (bait) puisi sufistik “Sajak-sajak
Kelahiran” karya penyair legendaris Bangsa Indonesia bernama (Prof. Dr.) Abdul
Hadi W.M. (M.Si). Penyair kelahiran Pamekasan - Madura, 24 Juni 1946, yang menghembuskan
nafas terakhir di RSPAD Gatot Subroto pada Jumat, 19 Januari 2024, tersebut
menulis sebagai berikut.
Jangan pandang warna kulit
dan ras
Kita ini suling dari rumpun bambu yang
satu
Pandang aku lebih dahulu sebagai
manusia
Baru
kemudian sebut aku muslim Melayu atau Jawa
…………………………………………………
Jangan
bohongi aku: Rumah besar ini
Keluarga besar ini kita bangun bersama
Jangan bohongi aku: Tiang-tiangnya
Dapat tegak karena tetesan keluh kesah
kita semua
Jangan bohongi aku: Kami
bukan orang asing
Di negeri kami, juga agama dan cita-cita
kami
Kami telah lama mencangkul dan
menanam benih di sini
Pun kita tahu, seluruh bumi
milik Tuhan semesta
(Horison,
XXXIV/9/1999 : 30 – 31, dalam Mustajib, 2010 : 34 – 35).
Merujuk
pada uraiain – uraian di atas, setujukah Anda (warga RVL, khususnya) dengan
klaim tentatif saya yang mengapungkan tesis bahwa keberadaan “RVL laiknya
seperti potret Indonesia Mini?” Ewako,
RVL! Kita ini (adalah) suling dari rumpun bambu yang sama!!
Riyadh, 17 April 2024
Diplomatic Quarter (DQ), Riyadh, Arab Saudi
Pukul 10.56 Waktu Arab Saudi
Alhamdulilah LUAR BIASA Artikel Abah Mustajib tentang NEGERI MINI RVL..EWAKO... SEMANGAT BERLITERASI...
BalasHapusMatur nuwun, Cak Inin atas anjangsana. Terus menginspirasi
Hapus