Belajar Dari Adam Khoo



 Dok. Koleksi Foto Diri Adam Khoo


Dok. Dari Koleksi Foto Diri Adam Khoo


Belajar Dari Adam Khoo*
Oleh
Mustajib*

Apakah Anda mengenal Adam Khoo? Atau, paling tidak, pernahkah Anda mendengar nama tersebut sebelumnya? Jika belum pernah mendengar, atau setidaknya, belum pernah dan tidak mau mengetahuinya, -- meminjam istilah popular dari Raja Dangdut Rhoma Irama—sungguh ter-la-luu! Apa yang menarik dan perlu diketahui tentang Adam Khoo? Atau dengan bahasa sederhana, apa yang bisa dipelajari (lessons-learned) dari sosok Adam Khoo sehingga Evy Sofia perlu memunculkannya dalam bukunya yang ia tulis tahun 2019 lalu?

Adam Khoo adalah pria asal Singapura kelahiran 8 April 1974. Selain dikenal sebagai penulis buku bestseller, ia dikenal juga sebagai pengusaha dan motivator ulung yang sangat sukses. Usahanya mencapai omset US $20 juta (sekitar 312 miliar, 286 juta, 500 ribu rupiah) per tahun. Sementara tarifnya sebagai motivator, pelatih atau trainer mencapai US $10.000 atau sekitar Rp. 2.602.388 per menit. Lalu, apakah karena kesuksesan ini yang menjadi alasan utama Evy Sofa (2029) memasukkan issue Adam Khoo di dalam bukunya yang berjudul Underachiever : Murid Pintar, kok Prestasinya Rendah?

Ternyata, sebagaimana dikutip Agung Nugroho Catur Saputra dalam bukunya Berpikir untuk Pendidikan : Renungan, Refleksi, dan Gagasan Pemikiran Seputar Pendidikan Nasional (Penerbit KBM Indonesia, 2023 : 72), Adam Khoo adalah seorang underachiever semasa menjadi siswa dulu. Apa yang dimaksud underachiever? Apakah siswa underachiever identik dengan siswa bodoh ber-IQ jongkok? Tidak!!!  Secara sederhana, M. Dalyono (dalam Sofia, 2019; dikutip oleh Agung NCS, 2023 : 67) mendefinisikan underachiever sebagai anak atau siswa yang memiliki taraf intelengensi yang tergolong tinggi, akan tetapi prestasi belajar yang dicapainya tergolong rendah alias di bawah rata-rata.

Seperti halnya Adam Khoo, siswa underachiever seringkali dicap sebagai anak nakal, malas, bodoh dan sejenisnya, yang tidak jarang berujung tidak naik kelas dan/atau dikeluarkan dari sekolah. Adam Khoo sendiri pernah dikeluarkan dari sekolah saat kelas IV Sekolah Dasar/SD. Sekali lagi, siswa underachiever bukan bodoh. Intelegensi atau IQ (intelligence quotion) yang dimilikinya tinggi. Ia berprestasi jongkok karena ada faktor-faktor lain. Ada faktor internal (dari dalam diri si anak) seperti gangguan pengelihatan, gangguan pendengaran, riwayat kesehatan buruk, motivasi rendah, tidak ada target yang jelas, prokratinasi (kebiasaan menunda-nunda pekerjaan) dan cemas sukses, cemas gagal.

Ada juga faktor eksternal atau dari luar dirinya seperti dari keluarga semisal standar ganda orangtua, sikap negatif orangtua terhadap sekolah, situasi rumah tidak kondusif, orangtua tidak mendukung, pemberian wewenang berlebihan, harapan terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan pengawasan kurang. Faktor ekternal lainnya bersumber dari sekolah dan teman. Dari sekolah berupa beban kurikulum, ketidaksesuaian gaya belajar, tantangan tidak sesuai, kurangnya penghargaan, fasiltas belajar kurang memadai dan salah strategi belajar. Sementara dari teman berbentuk tekanan teman dan pengaruh jejaring.

Bahwa akhirnya Adam Khoo mampu meraih prestasi tinggi dan menjadi orang seperti yang dikenal sekarang itu terjadi setelah ia menemukan kesadaran akan potensi dirinya.  Membantu siswa menyadari, menemukan dan selanjutnya mengembangkan potensi dirinya inilah yang menjadi tugas guru, sekolah, orangtua dan masyarakat dalam setiap proses pendidikan dan/atau pembelajaran.  Lessons-learned yang diperoleh dari kasus Adam Khoo ini antara lain adalah, jika ditemukan siswa atau pembelajar yang berprestasi rendah, guru tidak buru-buru menghakiminya karena bodoh, malas, nakal dan karenanya harus segera ‘disingkirkan’ dari sekolah.

Bijaknya adalah perlu dicari penyebabnya sehingga bisa dicarikan solusi atau intervensi yang pas. Keyakinan yang harus tetap dipegang adalah tidak ada siswa yang bodoh. Yang ada adalah siswa yang belum berkembang. Pun di pihak siswa, jika mendapati dirinya belum mencapai prestasi tinggi, jangan cepat-cepat kecewa, apalagi menyerah atau putus asa. Mungkin kalian belum menemukan potensi asli kalian. Karenanya, carilah dan kembangkan potensi diri kalian secara maksimal. Jika kalian berhasil menemukan dan mengembangkan, kalian akan mampu meraih atau bahkan lebih dari prestasi Adam Khoo. Insha Allah. Aamiin.

 

Riyadh, 21 Januari 2024
Sekolah Indonesia Riyadh (SIR)
Pukul 14.14 Waktu Arab Saudi

* Tulisan ini terinspirasi – dan bisa jadi penarasian ulang -- dari tulisan “Mengenal Anak Underachiever” dalam buku Berpikir untuk Pendidikan: Renungan, Refleksi, dan Gagasan Pemikiran Seputar Pendidikan Nasional (Penerbit KBM Indonesia, 2023, hal. 65 - 72), karya Agung Nugroho Catur Saputra. 

Mustajib

Simple man. Having 4 children from 1 wife. Civil Servant.

2 Komentar

  1. tulisan yang mencerahkan. jangan menghakimi anak. temukan bakatnya. kereen mantab.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama