Bedah Buku Syeikh Nawawi Al-Bantani
Mustajib
“Setiap Kejadian adalah Pelajaran”. Demikian penggalan
judul buku karya Prof. Akh. Muzakki, M.Ag, Grad.Dip.SEA, M.Phil, Ph.D. Judul
lengkapnya adalah Setiap Kejadian adalah Pelajaran : Sosiologi Pendidikan
Lintas Budaya, yang diterbitkan oleh Penerbit Gading Publishing
tahun 2022 lalu.
Pernyataan ‘Setiap Kejadian adalah Pelajaran’ tersebut sejalan
dengan ungkapan ‘tidak ada yang sia-sia di muka bumi ini’. Semua yang ada dan
terjadi di bumi Allah SWT ini memiliki dan/atau memberi makna, sebagaimana
Firman Allah azza wajallah dalam Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 191 yang penggalannya
antara lain berbunyi “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari Siksa neraka”.
Salah satu kejadian atau peristiwa yang insha Allah
tidak sia-sia itu adalah acara bedah buku di Kedutaan Besar Repulik Indonesia
(KBRI) Riaydh pada 3 Januari 2024 lalu. Bedah buku yang dimaksud adalah “Bedah
Buku Syekh Nawawi Al-Bantani (1882 – 1897): Mahaguru Ulama Hijaz dan Ulama
Nusantara Abad Ke-19” yang menghadirkan Keynote Speaker Duta Besar
LBBP (Luar Biasa dan Berkuasa Penuh) untuk Kerajaan Arab Saudi, yakni YM. Dr.
Abdul Aziz Ahmad, dan kedua penulisnya, yaitu Prof. Mufti Ali, Ph.D dan Dr. Hj.
Siti Ma’rifah Ma’ruf Amin.
Acara yang digelar dari pukul 09.00 sampai dengan 11.30
Waktu Arab Saudi (WAS) itu dihadiri antara lain oleh para Home Staff dan
Local Staff KBRI Riyadh, guru, pegawai dan perwakilan OSIS Sekolah
Indonesia Riyadh (SIR) dan sejumlah mahasiswa dari Perhimpunan Pemuda, Pelajar
dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) cabang Riyadh.
Banyak hal yang tercatat, menarik dan perlu dijadikan
pelajaran dari sosok dan ketokohan Almagfurullah Mahaguru Syeikh Nawawi al Bantani.
Diantaranya, kegigihan mencari ilmu (hal. 16). Diluar ayahnya sendiri yang ulama keturunan
Arab, beberapa ulama besar dari Jawa dan luar Jawa yang tercatat sebagai guru
dari Syeikh Nawawi antara lain adalah Syeikh Sahal Lopang Cili Serang (w.
1970), Haji Raden Yusuf Purwakarta, Syeikh Abdul Ghani Bima, dan Syekh Ahmad
Khatib Sambas (hal. 16 – 34).
Di usia sekitar 15 tahun Syekh Nawawi meninggalkan
Banten menuju Makkah untuk melanjutkan studinya. Di Makkah, Syeikh Nawawi
melanjutkan tradisi menutut ilmu dengan berguru ke ulama-ulama Timur Tengah
antara lain seperti Syekh Yusuf Sumbulaeni, Syekh Ahmad al-Nahrawi, Sayid Ahmad
al-Masrafi al-Misri, Syekh Abdul Hamid al-Daghestani, Syekh Muhammad
al-Dimyathi, , Sayyyid Abdullah al-Zawawi, Syekh Muhammad Khatib Duma, dan
Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan.
Kecemerlangan pemikiran sebagai buah dari kejeniusan
yang dikawinkan dengan ikhitar belajar yang tinggi, jiwa nasionalisme serta
semangat untuk berbagi ilmu terutama untuk mentransimiskan tradisi intelektual
Haramain ke bumi Nusantara sehingga banyak melahirkan ulama-ulama besar
Nusantara semisal K.H. Ahamd Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) dan K.H. Hasyim
Asy’ari (Pendiri Nahdlatul Ulama) adalah mutiara-mutiara lain yang patut
menjadi pelajaran bagi generasi Indonesia di masa kini dan masa datang.
Karakteristik lain yang tidak kalah berharganya menjadi lesson-learned
dari seorang ulama besar kelahiran Tanara, Banten, yang mendapat gelar-gelar
penghormatan seperti Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam
al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni Imunya) dan Imam
Ulama al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci) itu adalah tradisi menulisnya.
Dari sejumlah sumber disebutkan bahwa Syeikh Nawawi
telah menulis 115 buku. Dari jumlah itu telahi terinventarisir sebanyak 40
judul. Dari 40 judul ini, sekitar 15 judul kitab masih dipergunakan di berbagai
pesantren di Tanah Air. Buku-bukunya tersebut diterbitkan oleh berbagai
penerbit, ‘dalam negeri’ (Nusantara, Indonesia) maupun manca negara, diluar
Arab Saudi, seperti Mesir, India, Pakistan, Amerika Serikat dan lain-lain.
Itulah mutiara-mutiara dari Syekh Nawawi al-Bantani yang
patut dijadikan pelajaran : giat menuntut ilmu, banyak berguru, banyak
berinteraksi dengan ulama-ulama besar, banyak membaca dan banyak menulis. Acara
bedah buku atas buku “Syekh Nawawi Al-Bantani (1882 – 1897): Mahaguru Ulama
Hijaz dan Ulama Nusantara Abad Ke-19” di KBRI Riaydh pada 3 Januari 2024 lalu
pun pantas dijadikan pelajaran.
Saya memaknai “Belajar Dari Setiap Kejadian”
atau menjadikan sesuatu sebagai pelajaran dalam kehidupan ini minimal dengan
dua cara. Pertama, memetik hikmah atau manfaat dari kejadian dan tokoh tersebut.
Dan kedua, menjadikannya sebagai “soft reminder” (pengingat secara
halus) agar tidak kehilangan momentum atau kesempatan emas untuk melakukan
perbaikan dan/atau terperangkap ke dalam suatu permasalahan yang sama tanpa
upaya perbaikan.
Jika Syeikh Nawawi Al-Bantani telah menulis 115 buku, dan
hanya baru 40 yang telah terinventarisir maka harus ada upaya perbaikan dari
pihak-pihak terkait antara lain berupa penginventarisir lanjutan sebelum hilang
atau, nauzubillahiminzalik, ‘diakui’ oleh orang atau pihak lain yang
tidak bertanggung jawab. Jika Syeikh
Nawawi Al-Bantani telah tampil sebagai ulama yang mumpuni dan penulis
produktif, semoga para alumi SIR, pada khususnya, dapat mencontohinya kelak.
Jika tidak bisa bisa tampil sebagai teknokrat dan/atau birokrat, minimal para alumni
bisa tampil sebagai ulama dan penulis kelas dunia. Semoga. Aamiin.
Sekolah Indonesia Riyadh (SIR)
Pukul 06.42 Waktu Arab Saudi