Haza fi au min Bali?
Oleh
Mustajib
Saya tiba-tiba ingat pulau Bali, Indonesia, ketika kami
sekeluarga sedang santap malam di Turkey Restaurant, di kawasan Al
Quwaiiyah, Arab Saudi, pada Kamis
(7/3/2024) sekitar pukul 23.00 Waktu Arab Saudi/WAS. Kami dalam perjalanan dari Riyadh ke Makkah untuk
mengantar 24 orang siswa/i Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) untuk mengikuti
Eksebisi Robotik Internasional. Kenapa tiba-tiba ingat Bali?
Sambil
menguyah dan menikmati nasi kapsah dengan posisi kepala tegak dan sesekali
memutar pandangan ke sekitar dinding bilik, secara tidak sengaja pandangan saya
tertuju pada sebuah lukisan yang tergantung di tembok bilik, di atas tempat duduk
anak ketiga kami (Witry Naylufar) yang duduk berdampingan dengan kakanya (Dwi
Hilyati Aulia) di sebelah kanan dan adiknya (Muhammad Sukri Rizky Ramadhan) di
sebelah kiri, membelakangi tembok. Mereka bertiga duduk berhadapan dengan saya bersama
istri. Istri duduk di sebelah kanan saya.
Apa kaitannya
lukisan itu dengan “ingat” Bali? Lukisan itu ‘sepertinya’ lukisan tentang
(alam) Bali. Saya mengatakan ‘sepertinya’ karena belum yakin benar sebelum
melihat nama pelukis atau nama lokasi, misalnya. Sekilas tidak tampak ada keterangan-keterangan
tersebut. Walau demikian, berdasarkan pengalaman tinggal di Bali, tepatnya di
Singaraja, Kabupaten Buleleng, selama 14 tahun (1988 – 2022), saya agak lebih
condong berani memastikan bahwa lukisan itu adalah lukisan (tentang geo-sosial)
Bali. Di dalam lukisan itu, terlihat kompleks pura persembahyangan. Ada gapura
khas Bali. Dan di dalam kompleks persembahyangan, ada terlihat atap pura . Di pojok
kanan kiri mulut gapura, kalau kita memandang lukilsan, tertancap empat buah penjor.
Dua di sebelah kanan, dua di sebelah kiri.
Penjor
merupakan batang bambu lengkap yang dihias dengan daun kelapa muda yang
dibentuk secara khusus. Sekilasan, ujudnya menyerupai umbul-umbul. Biasanya
penjor dibuat setinggi 10 meter, yang menggambarkan sebuah gunung tertinggi di
Bali, yaitu Gunung Agung (lihat “Penjor, Simbol Manifestasi Istana Tuhan’ dalam
https://www.kominfo.go.id, diakses pada Jum’at (14/03/2024) pukul 14.12
WAS). Tidak terlalu tampak hisan daun kelapa di penjor-penjor tersebut.
Yang terlihat justru umbul-umbul keempat penjor. Ada yang berwarna merah,
kuning dan putih. Penjor merah bersebelahan dengan penjor kuning. Di sisis yang
satunya (sisi kanan), penjor merah berdampingan dengan penjor putih.
Sampai poin ini, keberadaan lingkungan pura persembahyangan,
gapura dan penjor warna-warni belum juga menyakinkan saya bahwa ini di Bali.
Sebuah pertanyaan masih saja berputar-putar dalam tempurung otak saya : Haza
location fi Bali, au Hindi? Lokasi
ini di Bali atau India? Pertanyaan itu wajar mengingat Bali dan
India memiliki kesamaan, yaitu mayoritas penduduknya beragama Hindu. Yang saya
tahu, umat Hindu di Bali atau di tempat-tempat lain di Indonesia melakukan
persembahyangan di pura atau sanggah (pura kecil tempat persembahyangan
keluarga) sesuai kebutuhannya. Namun
saya tidak tahu apakah umat Hindu di India melakukan persembahyangan di tempat serupa
(pura atau sanggah). Karena saya belum pernah ke atau tinggal di India.
Keyakinan
menguat kembali setelah melihat ada dua perempuan dalam lukisan. Kedua
perempuan tersebut sedang melangkah menuju arah mulut gerbang pura. Dari pakaian yang dikenakan berupa kebaya,
selendang yang melingkari pinggang dan kain bawahan serupa model kain batik,
itu khas cara berpakaian umat Hindu yang akan melalukan persembahyangan atau
pemujaan. Walaupun demikian, keragu-raguan bahwa itu benar-benar lokasi di Bali
belum seratus persen sirna karena ternaya kedua perempuan itu memakai penutup
kepala, walau setengah bagian rambut ke ujung tetap terlihat, terjurai ke
belakang. Yang sering saya lihat selama tinggal di Bali, untuk keperluan seperti
itu, para kaum perempuan umumnya tidak menggunakan penutup kepala.
Merasa masih
penasaran apakah itu di Bali atau tidak, setelah selesai santap malam, saya pribadi
coba melihat lukisan-lukisan lain di ruang besar tempat makan, yang biasanya
dipakai oleh laki-laki yang tidak membawa keluarga, atau tidak ingin makan di
bilik-bilik yang umumnya dipakai satu keluarga, atau kelompok, atau yang
menginginkan menikmati makanan tanpa merasa terganggu privasinya. Dengan
pencarian itu dan/atau mengamati lukisan-lukisan yang ada secara lebih dekat
dan seksama, saya tetap berharap bisa menemukan keterangan yang memastikan
bahwa lukisan itu memang tentang atau dari Bali.
Di ruang
besar itu, diantara sekian jumlah lukisan yang tergantung, saya menemukan satu
lukisan yang mencerminkan nuansa geososial budaya Bali. Saya tidak sempat cari
informasi mendetail (misalnya dengan menanyakan seseorang, paling tidak,
karyawan yang mungkin tahu) tentang kedua lukisan tersebut terutama karena kendala
waktu. Kami rombongan dari SIR yang berjumlah 49 orang (24 orang siswa, 6 guru
pendamping, 1 kordinator umum, 1 orang anak dari salah seorang guru pendaping,
12 orang mahasiswa/i peserta program MBKM dari Universitas Indonesia/UI dan
Universitas Sumatera Utara/USU, dan saya sekelurga (berlima)), harus bergegas
naik bus lagi.
Setelah di
dalam bus, masih saja pikiran saya tertaut dengan Bali. Kali ini muncul
pertanyaan-pertanyaan tambahan. Kalau benar itu lukisan tetang Bali, apakah
pemiliknya tahu hal tersebut? Seandainya tahu bahwa itu tentang Bali, apa
maksudnya memasang kedua lukisan itu di tanah Arab Saudi yang jauh dari Bali?
Apakah karena kepopuleran Bali yang dijuluki Pulau Dewata itu? Apakah itu
bagian dari promosi untuk meraik pengunjung restauran berkunjung ke Bali pada
khususnya dan Indonesia pada umumnya? Nah, kalau memang benar tujuannya seperti
itu (untuk promosi), siapa sesungguhnya pemilik Restoran Turki ini?
Saya dapat
informasi dari istri – yang didapat melalui salah seorang wali murid
kenalannya, bahwa ada orang Indonesia yang bersuamikan orang Turki dan memiliki
restoran di salah satu rest area di lintasan Riyadh – Makkah Highway. Tapi
istri saya atau kami tidak yakin 100% bahwa tempat restoran yang dimaksud memang
benar berlokasi di wilayah Al Quwaiiyah, berjarak sekitar 169,4 km dari Riyadh atau
701 km dari Makkah Al Mukarramah. Ketika saya tanyakan hal ini kepada sopir bus
yang kebetulan orang Indonesa, yang kemungkinan sudah sering bolak balik
dan/atau mampir di restoran tersebut, Beliau pun tidak tahu.
Bus makin jauh meninggalkan restoran. Waktu terus
berlalu. Kami sepertinya sibuk dengan urusan dan/atau pikiran masing-masing. Ada
yang mungkin memikirkan tentang lomba, umrah atau kepeningan-kepentingan lain
semisal menemui anggota keluarga di Makkah. Sebagai penanggung jawab rombongan,
sebagai yang berniat umrah dan menjenguk anak, saya memikirkan ketiga hal tadi.
Tapi tidak terlalu lama saya memikirkan hal-hal tersebut karena terburu
diserang rasa kantuk, danakhirnya tertidur pulas.
Pertanyaan-pertanyaan
seputar lukisan, Bali, pemilik restoran, dan tujuan pemasangan lukisan yang
belum terjawab secara memuaskan muncul kembali setelah saya menyusun tulisan
ini, tepat seminggu kemudian, tepatnya di hari Jumat (15 Maret 2024) ini. Sambil
menyususn artikel ini, iseng-iseng saya melihat kembali foto-foto dari kedua
lukisan “Bali” tersebut. Kali ini saya coba mengamati lebih seksama lagi, lebih lekat lagi, selekat-lekatnya, antara
lain dengan cara meng-zoom salah foto dari lukisan yang ada di bilik
tempat kami makan.
Ternyata di
salah satu pojok bawah ada dua tulisan, mengapit gambar mobil yang berada di
posisi tengah-tengah. Satunya menggunakan huruf Arab – yang di atas mobi dan
satunya huruf Latin. Yang tulisan Arab diterjemahkan berbeda oleh dua sahabat
saya. Yang satu menerjemahkan “Beri komentar Dunia Automotif”. Yang satunya
lagi menerjemahkan “Permen Bermerek Punya Mobil”. Entahlah mana yang benar!
Sementara yang menggunakan huruf Latin, tertulis “BATOOK”,
yang menurut Google Search dengn entri ‘arti kata batook’, berarti “MELAWAN!”
Nah….
Apakah
lukisan ini di, dari atau tentang Bali? Masih misterius!
Riyadh, Jumat 15 Maret 2024
Diplomatic Quarter (DQ), Riyadh, Arab Saudi
Pukul : Menjelang Saat – Saat Buka Puasa
Saya sangat menikmati tulisan yang ada di blog ini.
BalasHapusNama blognya juga unik. Blog sebagai rumah kedua. Sangat cocok sebagai tempat parkir tulisan kita.
Terima kasih, Bun. Mohon bimbingan selalu. Salam sehat dan sukses selalu.
Hapus