Dokumen : Forum Keadilan
Perbedaan Sholat Tarawih
(Di Kampung
Halaman Vs Lingkungan Baru)
Oleh
Mustajib
Salah satu kekhasan yang membedakan bulan puasa ramadhan
dengan bulan-bulain hijriah lainnya adalah pelaksanaan sholat tarawih. Sholat
tarawih hanya dilakukan di bulan ramadhan, sementara di 11 bulan lainnya,
sholat tarawih absen dalam kehidupan kaum muslimin.
Berdasarkan pengalaman, ada perbedaan pelaksanaan sholat
tarawih di suatu wilayah (tempat) dengan di wilayah lain. Pelaksanaan sholat
tarawih (selanjutnya, tarawawih saja, tanpa kata sholat) di daerah saya di
Lombok, NTB, pada umumnya dan di Darek pada khususnya berbeda dengan yang
dilakukan di Arab Saudi pada umumnya dan di Diplomatic Quarter (DQ),
Riyadh, pada khususnya.
Perbedaan yang pertama, yang cukup mencolok, adalah
jumlah 'paket' rakaat tarawih plus witir. Di kampung halaman saya, tarawih plus
witir sebanya 23 rakaat, terdiri dari 20 rekaat tarawih dan 3 rekaat witir.
Sementara di salah satu masjid di lingkungan DQ tempat saya sekeluarga
melaksanakan paket komplet tarawih plus witir sejumlah 11 rekaat (8 rwkaat
tarawih, 3 rekaat witir).
Dalam
pelaksaan witir itu sendiri, rata- rata di masjid dan langgar di kampung
halaman saya menggunakan pola 2-1. Artinya, dua kali salam. Setelah 2 rekaat,
diakhiri salam. Dan di satu rekaat terakhir juga ditutp dengan salam. Di tempat
persinggahan baru (DQ), witirnya sekaligus : 3 rekaat sekali salam.
Masih seputar
(sholat) witir, khususnya di rekaat ketiga, di lingkungan baru seringkali hanya
satu ayat setelah selesai pembayaan surat alfatehah, yaitu surat al-Ikhlas.
Sementara, di kampung halaman saya, rekaat terakhir atau ketiga
"wajib" dituntaskan dengan pembacaan trio ayat bersaudara sebagai
ayat-ayat bungsu Al Qur'an : al-Ikhlas, Al-Falaq, dan kemudian An-Nas.
Perbedaan
kedua, adalah ayat-ayat yang dibacakan pada rekaat-rekaat tarawih. Di
lingkungan baru saya, ayat-ayat yang dibacakan adalah ayat-ayat yang langsung
diambil dari surat-surat panjang, mulai dari surat Al Baqarah dan seterusnya.
Sementara di kampung halaman, ayat-ayat yang dibacakan sepertinya sudah
"pakem", yaitu ayat-ayat pendek mulai dari surat At-takassur sampai dengan surat Al-Lahab/Al-Masad
(At-Takatsur, Al-‘Ashr, Al-Humazah, Al-Fil, Al-Quraisy, Al-Ma’un, Al-Kausar,
Al-Kafirun, An-Nasr, Al-Lahab/Al-Masad).
Variannya
sebagai berikut. Pada 15 malam pertama, pada rekaat pertama setiap pasangan
rekaat (2 rekaat sekali salam), ayat yang dibaca At-Takasur sampai Al-Lahab.
Sementara pada rekaat kedua, yang dibaca adalah surat Al-Ikhlas saja.
Pada varian
kedua, yakni pada 15 malam kedua, ayat yang dibaca pada rekaat pertama, mulai
rekaat pertama sampai kedua puluh, adalah surat Al-Qadr. Sementara pada
masing-masing rekaat kedua, dibacakan ayat-ayat At-Takasur sampai dengan
Al-Lahab.
Perbedaan ketiga, di lingkungan baru, tidak dikenal
istilah "balik ayat" sebagaimana di kampung halaman saya. "Balik
Ayat" artinya ayat-ayat yang dibacakan dibalik penempatannya. Kongkritnya
seperti pada varian kedua pembacaan ayat di atas. Yakni, pada 15 malam kedua, ayat yang dibaca
pada setiap rekaat pertama masing-masing pasangan rekaat adalah Al-Qadr.
Sementera pada rekaat kedua masing-masing pasangan rekaat dibaca At-Takasur
sampai Al-Lahab. Setelah "balik
ayat" ini, "Al-khlas"
diganti dengan "Al-Qadr".
Perbedaan
keempat masih terjadi dalam bingkai fenomena "balik ayat". Yakni,
pembacaan do'a qunut pada rekaat witir ketiga setelah i'tidal sebelum sujud. Di
kampung halaman saya, setelah 'balik ayat' berlaku, pembacaan doa qunut
sepertinya menjadi "kewajiban". Sementara di lingkungan baru, tidak
selalu, sebagaimana disarankan oleh Imam Besar Masjidil Haram, Syeikh Imam
Abdurrahman Al Sudais, bahwa imam
sholat tarawih (dan witir) tidak harus selalu membaca doa qunut.
Di tempat
baru saya, tidak jarang sang imam membaca doa qunut pada witir terakhir di
paruh 15 malam pertama pelaksanaan tarawih dan witir.
Perbedaan
kelima, yang terakhir, terkait dengan pola pelaksanaan paket total tarawih plus
witir sepanjang bulan ramadhan, mulai dari malam pertama sampai dengan yang terkahir
(yang ternyata di Indonesia, tidak selalu berakhir dengan hari ke-30).
Di kampung
saya, paket tarawih plus witir tetap dilakukan sekaligus sejak malam pertama
sampai malam terakhir, mulai setelah sholat isya sampai selesai. Namun, di
tempat baru saya, di 10 malam terakhir, sholat tarawih setelah isya hanya 4
rekaat (dua kali salam). Sisanya yang empat rekaat plus witir dilaksanakan pada
jam 01.30 dini hari, waktu setempat.
Di masjid
terdekat lainnya di lingkungan baru saya, ayat - ayat yang dibaca pada sesi kedua
paket tarawih plus witir ini biasanya panjang-panjang, terkecuali pada tiga
rekaat witir, relatif pendek dan seragam. Di rekaat pertama surat Al-Ikhlas, Al-Falaq
di rekaat kedua, dan An-Nas di rekaat ketiga. Di masjid terdekat di lingkungan
baru saya, yang dirasa agak spesial adalah sujudnya cukup lama di setiap sujud,
tidak hanya di sujud terakhir.
Demikian
sekelumit perbedaan praktik-praktik pelaksanaan sholat tarawih dan sholat witir
di kampung halaman saya dengan di lingkungan baru saya. Semoga bermanfaat.
Makkah, 7 April 2024
Hotel Makarim
Mina, Azziziyah Dist, Makkah, Arab Saudi