Saat ini, hampir di seluruh Kawasan Indonesia, sedang
hangat diperbincangkan tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas
dan dieksekusi oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Pak Presiden Prabowo
Subianto dan Pak Wakil Presdien (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. Kehangatan
perbincangan ini wajar karena kebaruananya (newness) secara praksis dan
masif di seantero Tanah Air. Dari perspektif ide, apakah praktik ini merupakan hal
yang baru? Sebagai corong suara zamannya, apakah karya-karya sastra dunia atau
pun nasional pernah menyuarakannya?
Karya sastra yang pernah menyinggung konsep cikal
bakal program makan bergizi gratis di sekolah biasanya berhubungan dengan isu
sosial, kesejahteraan anak, dan pendidikan. Setidaknya berikut ini terlacak enam
karya sastra yang mungkin relevan dengan tema tersebut. Keenam karya sastra
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Pertama, “Hunger of Memory" oleh Richard
Rodriguez. Memoar ini membahas pengalaman seorang anak dari keluarga imigran
yang menghadapi kemiskinan dan perjuangan pendidikan di Amerika. Meski tidak
secara langsung membahas program makan gratis, tema kemiskinan dan pentingnya
dukungan sosial bagi pendidikan anak sangat menonjol.
Karya sastra kedua adalah novel "Les
Misérables" karya Victor Hugo. Novel klasik ini mengeksplorasi
ketidakadilan sosial dan kemiskinan di Prancis abad ke-19. Meskipun tidak
secara eksplisit membahas makan bergizi di sekolah, Hugo menggambarkan
pentingnya solidaritas sosial untuk mendukung kaum miskin, termasuk anak-anak.
Ketiga, novel "Anna Karenina" karya
kreatif Leo Tolstoy. Dalam novel ini, ada bagian yang menyinggung pentingnya
komunitas pedesaan Rusia membantu orang-orang miskin, termasuk anak-anak.
Meskipun program spesifik seperti MBG tidak disebutkan, gagasan mendukung
kesehatan anak-anak melalui pendidikan dan kesejahteraan sosial sangat kental
terasa dalam karya sastra ini.
Keempat adalah "Oliver Twist" goresan
Charles Dickens. Novel ini menggambarkan kehidupan anak-anak yatim piatu yang
hidup dalam kemiskinan ekstrem di Inggris abad ke-19. Meskipun tidak langsung
menyinggung program makan bergizi secara gratis, Dickens menyoroti kebutuhan
mendasar anak-anak, termasuk makanan dan pendidikan.
Kelima, novel Toto Chan (Gadis Cilik di
Jendela) buah pena Tetsuko Kuroyanagi. Sebagaimana diulas Artika (2025), pendidikan
ternyata berkaitan dengan rasa lapar siswa. Mungkin karena keterkaitan tersebut,
sebagaimana disuarakan melalui Toto Chan, Jepang telah memasukkan
program makan di sekolah ini sejak sebelum Perang Dunia II.
Dari Tanah Air Indonesia, ada novel Bumi Manusia –
karya sastra keenam dalam tulisan. Dalam novel ini, Pramoedya Ananta Toer menyinggung
kondisi sosial Indonesia pada masa kolonial, termasuk isu kemiskinan dan akses
pendidikan. Gagasan tentang pentingnya dukungan sosial untuk anak-anak miskin –
mungkin, sekali lagi, mungkin -- bisa dihubungkan dengan program seperti makan
gratis di sekolah sekalipun tidak semua siswa berasal dari kalangan orangtua
tidak mampu.
Sesungguhnya mungkin kita tidak menemukan karya sastra
Indonesia yang secara spesifik membahas (cikal bakal) program makan bergizi
gratis di sekolah. Namun, ditengarai beberapa karya sastra Indonesia
menyinggung isu kemiskinan, pendidikan, dan kesejahteraan anak yang relevan
dengan tema tersebut.
Sebagaimana disinggung di atas, salah satu contohnya
adalah karya Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, yang menggambarkan
kondisi sosial Indonesia pada masa kolonial, termasuk isu kemiskinan dan akses
pendidikan. Sekali lagi, meskipun tidak secara spesifik membahas program makan
bergizi gratis, karya ini menyoroti pentingnya dukungan sosial bagi anak-anak
dalam konteks pendidikan.
Banyak hal menarik yang dapat diperbincangkan terkait
sastra dan MBG. Diantaranya, seperti halnya sastra yang dapat memberikan ‘asupan-asupan
nutrisi jiwa’ untuk mewujudkan manusia sebagai homo humanus (manusia
yang berjiwa halus, berbudaya dan manusiawi), apakah MBG juga bisa membantu
melahirkan manusia-manusia berjiwa humanitat melalui ikhtiar-ikhtiar pemenuhan asupan
gizi dan penanaman serta penguatan karakter, seperti menanamkan kebiasaan
berdoa sebelum makan, disiplin, dan tanggung jawab?
Yang lebih menarik bagi saya dalam konteks tulisan ini
adalah, apakah Pak Presiden Prabowo – yang dikenal sangat suka membaca beragam
jenis buku itu – mendapatkan (tambahan) inspirasi program MBG itu melalui atau
dengan membaca karya-karya sastra seperti tersebut di atas?
Sesungguhnya meskipun belum ada karya sastra yang
secara spesifik membahas program makan bergizi gratis di sekolah, isu terkait
kesejahteraan anak dan pendidikan telah menjadi tema penting dalam sastra
Indonesia. Program-program pemerintah saat ini – era pemerintahan Pak Presiden
Prabowo Subianto dan Pak Wapres Gibran Rakabuming Raka mencerminkan upaya nyata
dalam meningkatkan gizi dan pendidikan anak-anak Indonesia.
Perpus Spendu Mataran, 24 Januari 2025
Luar biasa pak guru, semoga literasi spendu maju
BalasHapusMBG sehari2 scr umum lbh byk dibicarakan dr.aspek kesehatan, anggaran, politik dsj oleh orang2..namun pak haji memberi sentuhan berbeda : mengintip MBG dr dunia sastra..mantaap👍
BalasHapus